Jakarta LJ -Penyalahgunaan senjata api oleh personel TNI dan Polri maupun sipil, kian marak terjadi akhir-akhir ini. Pengamat pertahanan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Ikrar Nusa Bakti menilai perlu pemeriksaan kejiwaan secara rutin bagi setiap pemilik senjata, baik kalangan militer, polisi, maupun sipil. “Pemeriksaan kejiwaan bisa dilakukan rutin antara enam bulan hingga satu tahun sekali,” kata Ikrar Nusa Bakti di kantor Kemhan, Jakarta, Senin (7/5).

Pemeriksaan rutin, tambah dia, sebaiknya diketatkan kepada institusi TNI dan Polri. Untuk jajaran TNI, semua anggota mulai pangkat tamtama, bintara hingga perwira harus dilakukan pemeriksaan rutin. Tak terkecuali di kalangan kepolisian, mulai dari anggota berpangkat rendah hingga tinggi. “Tak ada pilihan, review kesehatan jiwa harus rutin dilakukan,” ujarnya. Ketika ada penyalahgunaan yang dilakukan anggota, Ikrar berharap yang bersangkutan mendapatkan sanksi yang berat. Seperti mencabut izin kepemilikan senjata hingga mendapatkan sangsi penurunan pangkat. “Itu harus dilakukan agar mereka tak merasa lebih superior,” ujarnya. Terkait penarikan senjata di kalangan sipil tak akan efektif mengurangi penyalahgunaan pemakaian senjata.

Menurut Ikrar, peredaran senjata di masyarakat justru masih sangat sedikit. Kalaupun ada penyalahgunaan, lebih banyak dilakukan oleh kalangan militer dan polisi. “Selama terdaftar dan pemiliknya tak memiliki sakit jiwa, saya kira tak menjadi soal masyarakat sipil memilikinya,” kata Ikrar. Kepemilikan senjata di masyarakat ini, tambah dia, menunjukkan kepolisian belum optimal memberikan rasa aman bagi warganya. Jadi, wajar ketika masyarakat berusaha mendapatkan senjata, baik legal maupun ilegal. Persoalan serupan juga terjadi di Amerika dan negara lainnya.

Ikrar mengatakan, banyak orang membeli senjata baik secara resmi dan ilegal untuk sekadar mempertahankan diri. Jadi kalau polisi sudah mampu menunjukkan bahwa mereka mampu memberikan rasa aman kepada umum, khususnya warga negara tertentu, persoalan kepemilikan senjata sudah tak akan ada masalah. Persoalan senjata kembali mencuat pasca adanya dua kejadian beruntun terait kepemilikan senjata. Pertama, beredarnya video di Youtube yang kemudian dilabeli