Presiden Komisi Eropa Jose Manuel Barroso akan tiba di ibukota Burma Nay Pyi Taw dalam kunjungan perdagangan dan diplomatik.

Barroso merupakan pemimpin negara barat terakhir yang berkunjung ke Buma setelah negara itu memulai program reformasi tahun lalu.

Peluang perdagangan dan investasi Uni Eropa di Burma cukup besar dengan dicabutnya sejumlah sanksi terhadap negara tersebut.

Barroso juga kemungkinan akan menyinggung masalah minoritas Rohingya kepada pemerintah dan oposisi.

Dalam beberapa bulan terakhir, kekerasan antara Muslim Rohingya dan penganut mayoritas Budha di wilayah Rakhine memaksa sekitar 100.000 orang mengungsi dari tempat tinggal mereka.

‘Pusat perdamaian’

Dalam kunjungan di Burma, Barroso akan bertemu dengan Presiden Thein Sein, agar mengubah sikapnya terhadap Rohingya, dan juga pemimpin oposisi Aung San Suu Kyi, yang sejauh ini hanya sedikit berkomentar tentang kerusuhan ini.

Lebih dari satu dekade, hubungan dagang dan pengiriman bantuan Uni Eropa dan Burma hanya sedikit dibandingkan dengan negara Asia lainnya.

Anggota Uni Eropa telah memberikan sanksi keras kepada militer karena melakukan tindakan represif selama memerintah Burma.

Dalam kaitannya dengan program reformasi yang dijalankan Burma, Uni Eropa menawarkan sekitar US$200 juta dalam bentuk dana bantuan pembangunan selama tahun depan, merupakan jumlah terbesar yang diberikan selama 15 tahun terakhir.

Uni Eropa juga menawarkan Burma kesempatan yang sama dalam perdagangan dengan negara lain yang berpendapatan rendah.

Selain itu Uni Eropa juga akan membiayai “pusat perdamaian” untuk membantu Burma mencari solusi jangka panjang atas konflik antara pemerintah pusat dan etnis minoritas.( bbc indonesia)