Presiden Vladimir Putin menantangani undang-undang kontroversial dengan interpretasi baru terkait pengkhianatan negara.
Mulai Rabu (14/11), warga Rusia manapun, tidak hanya anggota dinas intelijen, dapat dikenakan hukuman pengkhianatan bila mereka memperoleh rahasia negara dan memberikannya kepada organisasi asing.
Walaupun tidak diberikan kepada pihak lain, hukuman tetap dapat diterapkan kepada siapapun yang mendapatkan rahasia negara.
Hukuman maksimal untuk pengkhianatan adalah 20 tahun penjara namun berdasarkan UU baru ini, warga Rusia dapat dikenakan hukuman penjara empat tahun hanya karena mereka memperoleh rahasia negara.
Hukuman penjara delapan tahun bila rahasia negara didapat melalui peralatan khusus.
Para pegiat hak asasi mengatakan tujuan penerapan undang-undang itu adalah untuk menakut-nakuti warga Rusia agar tidak memiliki hubungan dengan lembaga nonpemerintah Barat, kata wartawan BBC Steve Rosenberg di Moskow.
Pembebasan seorang akademisi
Presiden Putin mengatakan minggu ini bahwa pengaruh asing terhadap kebijakan dalam negeri tidak dapa diterima dan bahwa Rusia tidak boleh membiarkan siapapun pihak luar negeri mempengaruhi dengan memberikan bantuan keuangan.
Putin berjanji untuk mengkaji ulang UU pengkhianatan ini namun justru ia langsung menandatanganinya, kata wartawan BBC Steve Rosenberg.
Isu pengkhianatan ini kembali muncul setelah pemerintah mengumumkan Selasa lalu bahwa pakar fisika – yang dipenjara tahun 2004 karena menjadi mata-mata untuk Cina- akan dikurangi hukumannya.
Pengadilan mengurangi hukuman penjara Valentin Danilov selama tiga tahun dari hukuman 14 tahun karena bersikap baik dan karena kondisi kesehatannya.
Ia akan dibebaskan dari penjara Krasnoyarsk, Siberia Barat, dalam sembilan hari.
Danilov ditahan tahun 2001 dan mengakui menjual informasi tentang teknologi satelit ke perusahaan Cina.
Namun ia mengatakan informasi itu telah tersedia dari sumber-sumber publik.
Para pegiat HAM menyatakan penahanannya merupakan upaya pemerintah untuk menekan para akademisi yang memiliki hubungan dengan negara-negara lain.( bbc indonesia)