JAKARTA LJ-Selama ini publik melihat bahwa peran parpol koalisi pemerintah didominasi oleh Partai Demokrat. Namun, manuver politik Golkar dalam Rapat Paripurna BBM menunjukkan bahwa Golkarlah yang secara de facto mengatur irama politik di tingkat koalisi.
“Saya kira Golkar, hasil Rapat Paripurna DPR menunjukkan bahwa secara de facto Golkar lah yang sesungguhnya menjadi pemain utama dan pengatur irama di internal koalisi. Golkar berhasil memerankan posisi sebagai jangkar utama partai-partai koalisi. Hal itu tampak dari sikap Demokrat dan sejumlah partai koalisi (kecuali) yang setuju dengan usulan Golkar pada penambahan pasal 7 ayat 6a dalam Rapat Paripurna,” kata analis politik Charta Politika Indonesia Arya Fernandes , Minggu (1/4/2012).
Menurut Arya, manuver politik Golkar berhasil “menyelamatkan” muka Demokrat dari kekalahan voting Paripurna DPR. Demokrat berhutang budi pada Golkar.
“Manuver politik Golkar dalam lobi-lobi politik menunjukkan bagaimana kematangan politik Golkar dan keunggulan “politik ruangan”. Bila di menit-menit akhir Golkar berubah sikap dan bergabung dengan PDIP dan PKS, Demokrat akan kalah telak,” kata Arya.
Arya menambahkan Demokrat tak belajar secara baik dari kekalahan voting di Century dulu. ” Demokrat saya kira harus belajar banyak dari kemahiran negosiasi dan lobi politik Golkar. Bila tidak ke depan Demokrat akan selalu mengalami kekalahan dalam politik ruangan,” tambah Arya.
Menurut Arya, secara elektoral penundaan kenaikan BBM tidak menguntungkan bagi Demokrat. Karena bila harga minyak mentah dunia berada di atas 15 persen dari asumsi APBN, mau tidak mau Demokrat harus menaikkan harga BBM.
“Demokrat tidak mempunyai waktu recovery yang banyak bila BBM dinaikkan jelang 2014. Demokrat akan kena imbas elektoral yang dahsyat bila naikkan BBM jelang 2014. Itu bunuh diri politik bagi Demokrat,” kata Arya.
Mengenai perbedaan sikap PKS, menurut Arya, PKS memerankan posisi untuk merebut simpati pemilih. PKS sadar bila mendukung rencana kenaikan BBM bersama Demokrat, tidak menguntungkan secara elektoral.
“Justru PKS merasa mendapatkan petaka politik. Berbeda dengan Demokrat yang mempunyai kesempatan untuk melakukan recovery politik dan mendapatkan insentif elektoral melalui pemberian bantuan langsung sementara,” kata Arya.
Menurut Arya, meski PKS berbeda sikap dengan sikap koalisi, Demokrat tak berani mencopot PKS dari koalisi. Karena secara hitung-hitungan politik, Golkar tak sepenuhnya bisa dikendalikan Demokrat.
“Mungkin bisa jadi Golkar lah yang mengatur irama di koalisi. Jelang 2014 partai-partai koalisi semakin sulit dikendalikan. Jadi daripada Demokrat menciptakan lawan dengan mendepak PKS mungkin Demokrat akan memilih tetap mempertahankan PKS,” tutup Arya.dn